Hai kamu, adakah kamu merinduku?
Sebesar aku merindumu, rindu gelak tawa kakumu.
Aku dulu pernah meletakkan tanganku di bahumu,
Tepat ketika hujan pertama menerpamu.
Kita berdua sangat naif, tidak mengetahui apapun tentang dunia...hingga kini.
Hujan itu bagimu sangat deras. Tidak berkawan. Menjadikanmu gelisah akan masa depan.
Aku disana, menjadikannya gerimis.
Demi kamu, demi aku. Demi kembalinya cahaya.
Kau masih merasakan rintik airnya menerpa wajah dan tubuhmu, tapi aku lah yang menjadikannya rintik kecil tidak bermakna.
Aku dulu pernah memelukmu, saat badai menerpa tiada ampun.
Kupikir kau pasti membutuhkanku, seperti aku butuh kau untuk membutuhkanku.
Aku pernah membisikimu dengan jutaan kebahagiaan..persahabatan.
Bahkan di detik-detik moment keajaiban bagimu, aku hadir disana.
Akulah yang memayungimu, bahkan saat badai telah pergi menjauh dari kita semua, aku tetap bertahan demi kamu.
Aku pernah menjadi segala sesuatu yang kau perlukan, melalui panasnya amarah dan dinginnya rasa takut.
Bahkan saat musim berganti, aku akan berdiri tegak disana, menantang hawa yang tak menentu.
Aku adalah bayanganmu, aku adalah kepak sayapmu.
Namun kutahu, bahwa tiada yang abadi....tiada yang sempurna.
Inilah jalan kita, diantara yang terjadi dan yang tertulis.
Melalui kesadaran atau hilangnya daya ingat manusia.
No comments:
Post a Comment