Monday 27 September 2010

Rasa Kemanusiaan diatas Bumi



Waktu masih menunjukkan pukul 18.30 WIB, adzan Maghrib baru saja berlalu. Masih terasa semangat Idul Fitri 1431 H yang belum lama menyapa kita. Di beberapa rumah-rumah, masih menerima tamu, baik itu sanak saudara maupun tetangga jauh yang belum sempat bertandang pada hari H Lebaran lalu. Masih tercium bau-bau gosongnya kembang api di pekarangan rumah, kue-kue kering masih tertata cantik diatas meja di ruang tamu, masih terbuka lebar hati para insan di Indonesia untuk sebuah kalimat sederhana namun luas maknanya : "Mohon Maaf Lahir dan Bathin".

Perempuan muda itu datang. Sangat sederhana tampilannya, menggenggam sebuah kantong plastik besar berwarna hitam. "Ibu ada? Saya bawa kue". Begitu ucapnya. Gadis muda berambut sebahu, yang tadinya sedang berbicara dengan kekasihnya, tersenyum pelan sembari menerima kantong plastik hitam tersebut. Setelah si perempuan muda dipersilahkan duduk, gadis berambut sebahu itu masuk kedalam kamar dan berbicara dengan wanita yang dipanggilnya Ibu.

"Ada perempuan muda, membawa ini. Ia juga mau bertemu Ibu". ujarnya perlahan, tidak ingin si perempuan muda tadi mendengarnya.
Si Ibu berwajah masam "Mau apa dia? Saya bahkan tidak mengenalnya". "Berikan saja dia uang sebagai ganti dari kue-kue itu, katakan bahwa Ibu sedang tidak enak badan!". Begitu yang dikatakan.
Lalu si Ayah, yang sedari tadi berada di kamar, bertanya " Ada apa? Siapa perempuan itu?".
Si Ibu bercerita, mengenai kedatangan perempuan muda itu, beberapa waktu lalu. Ia membawa puding ditangannya, dan mengaku sebagai hadiah, meski si Ibu tidak mengenalnya. Namun memahami maksud si perempuan muda itu, si Ibu memberinya uang sekedarnya, dengan maksud membayar puding-puding itu.

"Lakukan saja hal yang sama! Berikan uang kepadanya, tapi Ibu tidak mau menemuinya" ujar Ibu lagi.

Gadis muda berambut sebahu menemui perempuan diluar, " Mba, Ibu sedang tidak enak badan, tapi ini ada titipan". seraya memberikan uang untuknya.
Tanpa menerima uang itu, dia meminta si gadis berambut sebahu untuk duduk di sampingnya.

Lalu dari mulutnya keluarlah sebuah permintaan tolong. Bahwa ia masih memiliki 6 orang adik yang duduk di bangku sekolah, dan ia sendiri hanyalah lulusan sekolah kejuruan yang hanya bisa membuat kue. Salah satu adiknya baru masuk sekolah menengah atas dan memerlukan bantuan untuk melunasi uang pendaftaran ulangnya, sebesar Rp. 675.000,-.

Si gadis muda berambut sebahu berkata bahwa ia akan menyampaikan kepada orangtuanya tentang hal tersebut, dan si perempuan tadi sebaiknya kembali lagi di lain waktu.
Namun ia menolaknya, ia tinggal terlalu jauh dan tidak memungkinkan untuk terus-terusan kembali kerumah tersebut. Harus malam ini.

Gadis berambut sebahu menggeleng pelan " Maaf, sepertinya tidak mungkin kalau malam ini ". Namun perempuan itu memaksa. Harus malam ini.

Si Gadis berambut sebahu memanggil Ayahnya, ia tahu sang Ayah jauh lebih bijaksana dan lebih baik hatinya. Sang Ayah mendengarkan dengan seksama, mencoba memahami setiap perkataannya. Namun sang Ayang pun menggeleng pelan "Kalau malam seperti ini, saya tidak punya uang sebanyak itu " Ujarnya pelan.

Si perempuan muda tidak percaya. Ia bersikeras. Harus malam ini!.
Sang Ayang mencoba berbicara dengan baik-baik, memberikan sebuah penjelasan, penalaran, bahwa tidak baik meminta bantuan mendadak seperti ini. Di malam hari pula.
Ayah mencoba berbicara dengan kalimat yang tidak menyakiti.
Namun si perempuan muda itu tidak mau mengerti, ia bersikeras. Harus malam ini.

Ayah beranjak dari duduknya, mengambil uang seadanya dari kamar, ditambah dengan uang seadanya yang awalnya memang harusnya ia terima.
" Maaf, kami cuma bisa bantu seadanya ". Begitu Ayah berkata.
Tidak sampai RP. 675.000,- yang diberikan kepadanya, mungkin hanya Rp. 100.000,- Namun Ayah memberi dengan ikhlas.
Setelah menerimanya, si perempuan muda berkata, bahwa kue yang berjumlah 3, yang ia bawa menggunakan kantong plastik hitam besar, akan ia ambil sebanyak 2 buah.
"Satu untuk Bapak, sisanya akan saya bawa kembali untuk saya jajakan".

Hal itulah yang membuat Si Ibu naik pitam.
Beberapa waktu yang lalu ia meminta bantuan karena Ibunya sakit, kenapa sekarang ia bilang adiknya mau masuk sekolah? Alasan apa lagi yang ia gunakan ini?
Bukankah awalnya semua kue-kue tadi untuk keluarga si Ibu?
Mengapa setelah diberikan uang seadanya, kue-kue itu dibawa lagi sebagian olehnya?
Tidakkah dia merasa bahwa hal itu dianggap kurang pantas? Kurang ajar? Tidak sopan?
Merasakah dia?

Ibu keluar dari kamarnya, dengan membawa 3 kue ditangannya.
" Bawa saja semua kembali! Tidak usah diberikan kepada kami!" hardiknya.
Lalu ia mengatakan kalimat yang sangat menusuk hati
" Lain kali kalau ada kesulitan, jangan datang kesini ya!"
Baikkah kata-kata si Ibu? Tidakkah Ibu merasa bahwa kalimatnya menyakiti perasaan perempuan muda itu?
Tidakkah dia merasa?
Tidakkah dia ingin menanam kebaikan sebanyak-banyaknya?
Bukan hanya lewat sikap, namun juga lewat lisan!
Tidakkah dia mengetahui bahwa Ia Maha Mendengar??!!

Hai perempuan muda, kuatkanlah dirimu, dan semoga Tuhan menghindarkanmu dari sifat seperti si Ibu........

No comments: